Jika Orang Mencintai Allah dan Rasul-Nya



Jika orang mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keutamaan berikut ini.

Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَتَّى السَّاعَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
مَا أَعْدَدْتَ لَهَا
“Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”

Orang tersebut menjawab,
مَا أَعْدَدْتُ لَهَا مِنْ كَثِيرِ صَلاَةٍ وَلاَ صَوْمٍ وَلاَ صَدَقَةٍ ، وَلَكِنِّى أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain di Shohih Bukhari, Anas mengatakan,
فَمَا فَرِحْنَا بِشَىْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – « أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ » . قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
“Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”

Anas pun mengatakan,
فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
“Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.”

Dengan begitu masrilah kita bersama cintai Allah dan Rasul-Nya, agar kelak kita akan bersama mereka di akhir nanti. :)

Posted by
Ridwan

More

Cerpen - Hubungan Sang Pria dan Sang Wanita

“Dahulu ada sepasang kekasih yang sangat bahagia. Mereka saling mencintai dan sangat menjaga perasaan satu sama lain. Hingga hubungan mereka sangat langgeng sekali. Semua masalah yang merka temui, bisa mereka selesaikan dengan tenang. Mereka bisa saling meredakan emosinya, jika salah satu marah maka yang lainnya akan mengalah. Begitulah kehidupan mereka berdua.

Singkat cerita, suatu saat sang pria terbuai oleh bujukan setan, hingga dia pun melakukan hal yang tidak seharusnya dia lakukan dengan sang wanita. Pada awalnya sang wanita bersikeras menolak hal itu, tapi apa boleh buat karena memang sang wanita sangat mencintai sang pria. Dia pun mau melakukan hal tersebut, dengan alasan ingin menjaga perasaan sang pria dan tidak ingin hubungannya kandas di tengah jalan.

Hari demi hari berlalu, mereka semakin terjerumus. Pergaulan mereka semakin bebas, mereka tidak bisa menghentikan perbuatan tersebut yang telah menjadi ketergantungan. Tapi hingga suatu hari, sang pria ingin berubah dan menghentikan perbuatannya tersebut, karena dia tau itu salah. Dia sadar perbuatan itu hanya untuk pasangan resmi saja dan tidak sepantasnya untuk mereka lakukan.

Banyak cara telah dicoba, tapi selalu saja menemui jalan buntu. Lalu sang pria memikirkan satu cara yang benar-benar bisa menghentikan perbuatan maksiatnya itu. Dia pun terpikir untuk memutuskan hubungannya dengan sang wanita. Dia tahu ini sangat menyakiti hatinya, tapi dia lebih memikirkan untuk masa depannya. Karena dia tidak ingin mereka berdua HANCUR karena kenikmatan sesaat.

Hari itu pun tiba, sang pria mulai menjalankan rencananya. Pertama-tama ia memutuskan hubungannya dengan sang wanita dan menyambungkan hubungan mereka lagi untuk beberapa kali. Hingga sang wanita pun merasa hubungannya tidak serius, karena selalu putus nyambung. Dan itu cukup untuk membuatnya kesal. Setelah cukup membuat sang wanita kesal, tanpa pikir panjang sang pria pun melanjutkan rencananya dan memutuskan kembali hubungannya dengan wanita tersebut, dan sesuai dengan tebakannya saat dia meminta hubungannya kembali dilanjutkan sang wanita menolak mentah-mentah.

Yah, sukses! Sang pria bisa tersenyum. Karena dapat menemui titik terang untuk menghilangkan perbuatannya maksiatnya itu. Tapi seiring waktu berjalan, sang wanita memberi sedikit harapan kepada sang pria untuk melanjutkan kembali hubungan mereka. Mengetahui hal itu, sang pria pun melakukan banyak hal yang membuat sang wanita ilfeel dan tidak ingin mengenal sang pria lagi. Dan sekali lagi rencana sang pria sukses. Sang wanita sekarang semakin jauh. Bahkan mereka hampir seperti tidak pernah mengenal satu sama lain.

Tahun telah berganti, mereka berdua semakin dewasa. Sang pria mulai teringat kembali akan masa lalunya dan hal yang telah ia perbuat terhadap hubungannya. Dia sadar mengakhiri hubungan ini ternyata tidak menjadi solusi akhir. Dan dia tahu kesalahannya terdapat pada dirinya sendiri, yang terlalu lemah dan mudah terbuai rayuan setan. Dia pun berpikir untuk kembali melanjutkan hubungannya dengan wanita tersebut. Dia sadar akan kesalahannya yang tidak akan terhapus hanya dengan meninggalkan sang wanita. Maka dia memutuskan untuk kembali dan bertanggungjawab akan perbuatannya.

Tapi terlambat! Sekarang sang wanita telah mempunyai sosok pria yang lain. Tapi sang pria masih yakin bahwa sang wanita masih menyimpan rasa untuknya. Sehingga sang pria pun melakukan 1001 cara untuk membuatnya diterima kembali oleh sang wanita. Tetapi semuanya percuma, cermin yang pecah tidak bisa ia satukan kembali. Sang pria mulai menyerah, dan ingin menghentikan langkahnya sampai disini. Karena dia tidak bisa bila hanya terus mengejar wanita yang telah menutup hatinya rapat-rapat.

Terlalu lama tidak mendapatkan respon yang positif sang pria pun sadar hubungannya tidak sespesial dulu, seperti yang mereka janjikan selamanya saat pertama kali mereka bersama. Dan akhirnya sang pria pun meninggalkan sang wanita dengan perasaan menyesal, bersalah dan juga bahagia. Dia menyesal karena telah memutuskan hubungan mereka. Dia bersalah karena telah melakukan perbuatan yang terlalu jauh dengan sang wanita. Dan dia bahagia karena sekarang sang wanita pujaannya telah menemukan cintanya yang baru.

Tetapi sang pria masih berpikir satu cara. yaitu cara untuk menyampaikan maksud dan tujuan tentang apa yang telah dia perbuat kepada sang wanita selama ini. Karena selama ini sang wanita tidak pernah tau apa maksud perlakuan sang pria, dan sepertinya dia memang tidak akan pernah tau maksud dan tujuannya. Karena sang pria telah kehabisan akal dan cara!

Begitulah kisah mereka berdua, yang ditakdirkan untuk menghadapi masalah yang begitu besar. Sampai akhirnya semuanya berakhir.”

Posted by
Ridwan

More

Quote 1



“balikan ama mantan itu bukan memperbaiki kesalahan, tapi mengulang kesalahan”



“balikan ama mantan itu ibarat membaca buku yang sama untuk kedua kali, kita udah tau jalan cerita dan endingnya seperti apa.”



“in my head, i know you!!!!”



“senyummu selalu sempurna”



“tatapanmu kepada orang yang kamu cintai tidak akan pernah berubah, kecuali kamu telah membencinya”



“jika dia memperburuk keadaan maka rubahlah, jika tidak bisa maka tinggalkanlah.”



“satu menit bersama orang yang menghargai keberadaan kamu akan terasa lebih lama dibanding satu jam bersama orang yang menghiraukan keberadaan mu.”



“kalau kau tetap dihina oleh mereka, tersenyumlah dan jabat tangan mereka”



“so, jika kamu tidak peduli maka tidak akan ada yang peduli.”



“kalo lu munafik dan banyak bicara, gue cuman bisa mengangguk dan tertawa menertawakan kebohonganmu.”



“botol kosong kalo di tendang itu gampang, jadi isilah botolmu supaya saat kau ditendang setidaknya tidak terlempar terlalu jauh.”



“jika merokok itu adalah hal yang biasa. maka uang bukan lagi menjadi barang yang berharga.”



“jika meneguk minuman keras itu sudah biasa, maka penjual es batu bakalan laku keras.”



“hidup itu jangan salah milih, ingat pilih lah dengan kedua matamu, ‘mata kepala’ dan ‘mata hati’.”



“aku melihat kamu dari mataku bukan mata mereka, jadi hiraukan mereka!!”



“please jangan benci seseorang karena hobi atau kebiasaannya.”



“berucaplah yang enak untuk di dengar, mudah dicerna, dapat dipahami, dan akan selalu diingat.”



“Jangan hidup untuk mengotori tempat sampah yang masih bersih, kotori saja tempat sampah yang sudah kotor.”



“lo boleh bilang gue tempat sampah, tapi para cewek adalah lalat nya.”



“rencanakan rencanamu sebaik mungkin.”



“ketika seseorang membentak akan kesalahan lo, ada dua kemungkinan; mereka gak tahu apa yang lo lakukan, atau mereka iri sama apa yang telah lo lakukan.”



"kalau lu bilang temen cowok lu ganteng, maka kejantanan lu dipertanyakan."



"jangan biarkan privasi kamu tersebar begitu saja di twitter dan facebook."



"di dunia nyata aja gak ada yang peduli akan masalah lo, apalagi di dunia maya??"



"tertunduk dan patuh tanpa tau apa aturannya adalah hal yang paling bodoh!"

Posted by
Ridwan

More

Cerpen - Pengembara Jalanan



ketika ku tak kuasa menahan iba, akupun menyisihkan uang saku ini kepada anak itu, seorang gelandangan yang terlunta-lunta di pinggiran jalan kota kembang. Sesaat aku tak habis pikir mengapa mereka bisa sampai seperti ini, apa seburuk itukah keadaan ekonomi mereka hingga mereka sampai seperti ini? Apa orang tua mereka tidak mampu membiayai mereka? Yah itulah wacana yang sesaat terlintas di benakku ketika melihat mereka.

“Hey kemari..” aku memanggil mereka dari sebrang sana sambil melambaikan tanganku ke arah mereka.

Mereka tak menjawab, mereka hanya berisyarat menunjuk diri mereka sendiri dengan jari mereka, memastikan bahwa merekalah yang aku panggil. Dan aku pun membalasnya dengan anggukan kepala dan dengan sedikit senyuman yang menurutku tak akan cukup untuk menghibur mereka. Lalu mereka bergegas menyebrang mendekatiku.

“Iya ada apa mas?” tanya salah satu dari mereka sambil bercanda dengan temannya yang lain.

“Gak ada apa-apa kok dik, kaka cuma mau ajak kalian makan eskrim aja disana, bagaimana? mau gak nih?” tanyaku kepada mereka, sambil menunjuk pedagang eskrim yang mangkal di depan gang kecil menunggu pembeli yang tak kunjung datang.

“Wah serius mas? Oke-oke makasih banget mas.” sahut mereka dengan tawa yang riang.

Tak kusangka dalam keadaan seerba kekurangan dan dengan kondisi yang mengenaskan mereka masih bisa tersenyum, tertawa, dan bercanda satu sama lain. Seakan mereka tak merasakan tanggungan mereka selama ini. Di satu sisi aku kagum terhadap mereka, mereka tak pernah menghiraukan keadaan mereka yang menurutku serba kekurangan. Tapi di sisi lain aku kasihan terhadap mereka, mungkin mereka belum tahu apa yang mereka alami, yang mereka hadapi. Mungkin suatu saat mereka akan tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada mereka saat ini.

“Oh ya kalian mau yang rasa apa nih?” Tanyaku sambil menggendong anak paling kecil diantara mereka.

“Aku mau yang pisang kak.”

“Aku coklat.”

“Kalo adek mau yang mana?” aku bertanya kepada gadis kecil yang ku gendong. Tapi dia hanya diam seakan bingung untuk memilih.

“Aku yang mana aja deh kak, yang enak.” jawabnya dengan bingung sambil tersenyum manja kearahku.

Oh tidak, aku gemas terhadap anak yang satu ini. Aku semakin iba kepada mereka. Ingin rasanya aku menangis, tapi tak mungkin. Aku harus menyembunyikan kesedihanku terhadap mereka, aku tak ingin membuat mereka bingung akan perasaanku.

Aku pun membalas senyum sang gadis kecil ini, aku melihat wajahnya penuh akan keceriaan yang terpendam, seakan ingin meluap keluar dari hatinya.

**

Matahari semakin menusukkan sinarnya ke arah badan kami. Lalu kami pun berinisiatif mencari tempat berteduh dari sinar yang membuat keringat ini bercucuran. Aku sangat merasa kepanasan, tapi kulihat mereka biasa saja. Yah mungkin mereka sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini.

“Hey-hey kaka lupa belum kenalan nih. Nama kalian siapa? Ayo kita kenalan.” tanya ku sambil berjongkok didepan mereka.

“Nama ku Amin kak.”

“Aku Samsul, dan ini yang kecil namanya Sinta kak. Dia suka malu-malu kalau berbicara dengan orang yang baru dikenal.” jawab anak yang menurutku paling dewasa itu.

“Ohaha, kalo kaka namanya Angga. Salam kenal yaa.” aku mengusap rambut mereka. “Eh iya, kaka lagi buru-buru nih harus pulang kerumah, besok kita main lagi ya?”

“Yaah kak...” jawab Amin mengeluh.

“Eh min, kaka ini juga kan punya urusannya sendiri. Kan nanti besok atau lusa kita bisa ketemu lagi.”

“Iya deh, makasih ya kak traktirannya tadi.”

“Dadah kakak.” ucap Sinta kecil yang bersembunyi dibelakang kakaknya, hanya terlihat wajah dan melambaikan tangannya.

“Oke, sampai jumpa lagi yaa..” aku perlahan pergi dari mereka, aku melambaikan tangan dengan perlahan, berharap aku bisa bertemu lagi dengan mereka, para penghuni jalanan yang mencoba bertahan melawan kejamnya kehidupan ini. Kurasakan hatiku menangis, tapi aku tak menyesal telah bertemu mereka. Aku senang bertemu dengan anak-anak seperti mereka, tapi aku juga merasa sedih saat melihat kondisi mereka.

Langkah demi langkah membawaku semakin dekat dengan rumah, aku memang biasa pergi ke sekolah berjalan kaki. Karena aku ingin berbaur dan melihat dengan jelas orang-orang sekitar yang aku lewati. Dan lagian sekolahku tidak terlalu jauh dari rumah.

Sesampainya dirumah akupun mencoba melupakan mereka sejenak dan mempersiapkan untuk ujian di keesokan harinya.

**

Tengg.. Bel tanda ujian telah usah berbunyi. Aku bergegas membereskan semua perlengkapan tulis ku, dan ecpat-cepat pulang untuk bertemu dengan tiga orang petualang yang telah menyita pikiranku.

Saat aku tiba di dekat perlintasan gan itu, tidak kudapati kehadiran mereka.  Aku menunggu mereka hingga adzan ashar terngiang ditelingaku.

“Yah kemana mereka? Apa mereka pergi?” gumamku dalam hati. Lalu aku berinisiatif bertanya ke penjaga warung disana.

“Mas kalo anak-anak yang bertiga yang kemarin main disini kemana ya?” tanyaku kepada Ibu penjaga warung.

“Oh mereka ya mas? Mereka bukan orang sini, kayaknya sih kemarin mereka cuman numpang lewat. Yah biasalah anak-anak yang suka mengembara kemana-mana. Kemarin sih waktu Ibu tanya, katanya mereka emang suka pindah-pindah, mereka juga gak punya rumah dan keluarga.” jelasnya kepadaku.

“Oh gitu ya? makasih deh bu. Mari bu.” jawabku sambil meninggalkan warung tersebut.

Aku tak menyangka, sesaat aku kaget bukan main. Mereka yang aku perkirakan berumur antara 8 sampai 10 tahun sudah tidak mempunyai tempat tinggal dan keluarga? Kenapa tidak aku ajak saja mereka kerumahku. Mungkin aku bisa memmbantu mereka.

Sepanjang perjalan aku memikirkan keadaan mereka. Dimana mereka dan apa yang sedang mereka lakukan? apakah mereka sudah makan? apakah mereka baik-baik saja? pergumaman seperti itu terus saja berputar-putar dikepalaku.

**

“Arghhh kenapa mereka tidak menceritakan keadaan mereka kepadaku kemarin.” aku semakin menyesal dan menatap wajahku sendiri didepan cermin. “Andai saja aku bisa membaca raut wajah mereka, arti dibalik senyum mereka, dibalik kebingungan Sinta, dibalik kesedihan Amin saat aku meninggalkan mereka. Mungkin aku bisa tetap bersama mereka.”

Sesaat aku terdiam. Tak kusangka, hidup ini ternyata tidak bisa kita tebak. Bahkan anak sekecil mereka sudah harus menanggung kerasnya hidup. Yang bisa aku lakukan sekarang hanyalah berdoa. Semoga mereka bisa bertahan dengan derasnya arus kehidupan, dan semoga mereka bisa mendayung terus kearah yang lebih baik, yang akan merubah hidup mereka sepenuhnya menjadi lebih baik.

Posted by
Ridwan

More

Artikel - Mengukur kadar Cinta?


Oke semua orang pasti tau dan sering mendengar satu kata ini, kita sering mengucapkannya, mengagung-agungkannya, menjaganya ataupun menghayatinya. tapi kita sendiri tau gak sih apa itu Cinta? Hmm... Kalo ditanya kayak gini, pasti semuanya cuman bisa terdiam seribu bahasa ibarat ketemu banci di siang bolong.

Kebetulan tadi saya baru mengikuti sebuah diskusi yang dimana membahas tentang Cinta di kehidupan remaja. Dan saya kutip pengertian Cinta dari beberapa orang, dan saya simpulkan menjadi: “Cinta adalah perasaan abstrak sebagai tanda dedikasi orang tersebut terhadap orang lain atau benda lain, dan merupakan anugrah tuhan yang sangat indah.” Oke kalimat itu memang sedikit menggelitik wkwkwk.. Nah, sekarang kita tahu apa itu Cinta, tapi tidak menutupi pendapat setiap orang. Karena pendapat setiap orang pasti berbeda-beda.

Untuk mengukur kadar Cinta sebagai tanda dedikasi kita itu ada 5 tahap:

1. Ingat

Orang yang cinta terhadap sesuatu pasti dia akan selalu mengingatnya. Misalnya, ada cowok yang mencintai cewek cantik, pasti yang dia ingat cuman cewek itu dan cewek itu lagi (kasmaran kali ya wkwkw). Begitu juga orang yang mencintai uang, yang ada dipikirannya pasti uang lagi uang lagi.

2. Mengikuti

Orang yang cinta kepada orang lain, pasti akan mengikuti apapun yang dilakukan seseorang yang dicintainya. Contoh nih biar ga pusing, ada seorang cowok yang gak suka makan pedes, tapi gara-gara gebetannya suka makan pedes dan ngajak makan malem di tempat makanan yang pedes pasti otomatis si cowok bakal mengikuti si cewek yaitu makan makanan pedes. Lalu si cowok berkata “Ih ko kita sama sih suka makan pedes.” *sambil merem melek gak jelas wkwkwkkw

3. Rindu

Yah kalo point ini sepertinya gak perlu dijelaskan deh ya xixixi

4. Cemburu


Ini sudah pasti, seseorang yang mencintai orang lain pasti akan menaruh cemburu. Baik ketika dia dekat dengan prang lain, ada orang lain yang mencoba mendekatinya selain kita, atau apapun itu. Kita pasti akan menaruh cemburu, biasanya sih disebut posesif ya haha.

5. Pengorbanan

Nah di point terakhir inilah yang menjadi paling penting, yaitu pengorbanan. Orang yang sudah cinta akan sesuatu pasti akan rela berkorban segalanya (apaan sih wkwkwk). Baik itu di bidang hobi, pacar, keluarga, atau karir pasti akan tetap dilakukan. Mereka pasti takut kehilangan hal yang dicintainya itu. Bisa kita lihat di zaman sekarang nih, sekere-kerenya cowok kere di hari ultah ceweknya pasti bakalan selalu berusaha mati-matian buat ngasih kado.

Nah jadi sekarang kita bisa mengukur kadar cinta kita sekarang berdasar point di atas. Semakin besar point nya maka semakin besar pula kadar cinta kita. Tapi ingat sebesar apapun cinta kita terhadap mahkluk jangan sampai mengalahkan kadar cinta kita terhadap sang pencipta yaitu Allah SWT.

Semoga bermanfaat !


Posted by
Ridwan

More

Novel (part 12) - Pengkhianat yang Berkhianat



Hari ke-2



“Woy!, ngelamun aja kalian berdua. Masa pacaran kok diem-dieman gitu seh?” goda gue terhadap Reyna dan Andi yang lagi pacaran di depan kost-an.

“Eh elu rif ganggu aja. Ada apa?” sahut Andi.

“Gakpapa, Cuma pengen gabung aja hehe. Gue gak ganggu kalian kan?” tanya gue sekali lagi, sambil menoleh ke arah Reyna dan mengangkat alis gue beberapa kali untuk menggodanya.

“Iyaaa, gak ganggu ko ihhh..” jawab Reyna manja.

“Hahaha sorry deh sorry. Gimana kalo kita main ke taman kota aja? Sambil refreshing gitu.”

“Gimana rey?” tanya Andi.

“Okedeh, lagian gue bosen disini mulu.” jawab Reyna sambil memanyunkan bibirnya.



Kita bertiga pun bergegas pergi ke taman kota menggunakan mobil Reyna.

***

Sesampainya di taman kota Reyna langsung memarkirkan mobilnya, dan kami pun bergegas keluar untuk menikmati suasana taman kota.



“Haaa sejuknya, enak nih tiduran disini.” teriak gue sambil merebahkan diri di kursi panjang yang berada di taman.

“Eh buset, jadi lu kesini cuma pengen tidur doang? yaudah gue mau jalan-jalan aja dulu sama Reyna.” ucap Andi sambil menggandeng Reyna pergi.



“Yaa terserahlah, yang penting sekarang gue bisa menikmati suasana kayak gini. Rasanya sudah lama sekali gue gak dateng ke tempat ini. Dulu gue sering pergi ketempat ini sama Bejo. Tapi sekarang cuma gue sendiri, gak habis pikir kenapa dia pergi gitu aja ninggalin persahabatan kita.” ucap gue dalam hati sambil menatap dedaunan pohon yang rindang tepat di atas gue. Gue gak berhenti memikirkan persahabatan antara gue dan Bejo yang sudah terjalin sejak pertama kita masuk SMA, gue berharap semuanya bisa kembali seperti semula. Dimana kita berempat bisa berkumpul lagi.



Seiringnya daun berguguran di taman tersebut gue pun tertidur dengan nyenyak. Entah sudah berapa lama, mungkin sekitar 20 menit tiba-tiba Andi manggil gue dengan keras. Sontak gue kaget dan langsung bangun seketika.



“ARIF!!” teriak Andi.

“Apa woy? gausah teriak segala, gue gak budek.”

“Iya sorry, masih mau disini atau kita cabut?” ajak Andi.

“Yaudah ayo, gue males kalo harus ditinggal terus pulang sendirian.” jawab gue sambil mendekati mereka berdua.

to be continued.....

Posted by
Ridwan

More

Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan


Seperti kita tahu Pancasila merupakan cerminan dari sikap dan perilaku seluruh bangsa Indonesia. walaupun kita tahu sekarang tidak semua masyarakat menerapkan dan memiliki perilaku Pancasila tersebut.

Kita ambil contoh di lingkungan sekolah. Perilaku Pancasila perlu diterapkan di setiap warganya. Karena jika kita perhatikan dengan seksama, perilaku pelajar sekarang sudah jauh bertentangan dan bahkan bertolak belakang dengan Pancasila.

Apakah pantas seorang pelajar SMA atau bahkan SMP melakukan tawuran satu sama lain? Hanya gara-gara saling ejek salah satu siswa dapat mengakibatkan tawuran antar sekolah, bahkan hingga merenggut korban jiwa. Okelah kita hargai kesetiakawanan mereka, tapi tidak dengan cara yang salah seperti ini. Jika saja mereka benar-benar menerapkan perilaku Pancasila di kehidupan mereka, mereka akan berpikir lebih jernih. Mereka akan menyelesaikan masalah sepele seperti ini dengan musyawarah dan kekeluargaan, bukannya dengan balas saling serang hingga menumpahkan darah yang percuma.

Sudah jelas bukan? Perilaku Pancasila itu sangat perlu diterapkan di seluruh kalangan, tak terkecuali kalangan pelajar. Yang kelak akan menjadi generasi penerus bangsa ini. Merekalah yang akan melanjutkan pembangunan negara ini. Dan merekalah yang bertugas untuk tetap menghidupkan Pancasila.

Jadi mari terapkan Pancasila di kehidupan kita, agar kita tetap menjadi pribadi yang baik, ramah, anggun, dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

Posted by
Ridwan

More

Novel (part 11) - Pengkhianat yang Berkhianat



“Teng-tong..” Andi menekan bel rumah yang bernomor 9 itu. Lalu seorang wanita yang tidak lain adalah Cyntia keluar dari rumah dan mempersilahkan Andi dan Reyna untuk masuk.



“Ohh Andi, sini masuk aja langsung.” ucap Cyntia sambil melayangkan senyumnya terhadap Andi.

“Okey cyn, ayo Rey kita masuk.” ajak Andi.



Mereka berdua pun masuk kerumah Cyntia, dan duduk di lantai 2 rumahnya.



“Mau minum apa nih?” Cyntia membuka obrolan mereka.

“Bebas deh, yang penting jangan panas aja hehe.” sahut Andi.

“Bi, tolong ambilin minum 2 buat temen Cyntia yah.” Teriak Cyntia memanggil pembantunya.

“Jadi kamu mau cek orang yang baru pindahan itu kan ndi?” tanya Cyntia.

“Iya nih, maksud kamu yang mana rumahnya?”

“Itu, yang depan rumah ini. Yang warna catnya kuning. Nah itu ada orangnya lagi di halaman depan.” Jawab Cyntia sambil menunjuk seseorang yang sedang berada di halaman rumah tersebut.

“Oh yang itu, bener itu yang pindah Bejo ndi?” tanya Reyna terhadap Andi.

“Maybe, gue juga gak tau nih Rey. Eh itu si Bejo bukan sih? Andi menunjuk orang yang tadi ditunjuk Cyntia.

“Jooo..!!” teriak Cyntia.

“Eh buset, lo main panggil aja! Ntar kalau ketahuan bisa berabe kita.” Ucap Andi panik.



Dari kejauhan ternyata orang yang ada di depan rumah tersebut menoleh ke arah Cyntia. Dia melambaikan tangannya sambil tersenyum dengan ramah.



“Hay..!!” teriak Cyntia dengan senyumnya.

“Hallo.” balas seseorang tersebut sambil membalas senyum Cyntia sejenak dan melanjutkan aktivitasnya lagi.



“Oh jadi itu Bejo, ramah juga ya??” ucap Cyntia polos.

“Iyaaa” jawab Andi dan Reyna yang sedikit kesal akan kelakuan Cyntia tadi.

“Wah berarti bener ya Bejo tinggal disitu. Untung aja deket coba kalau jauh gak bakalan ketemu.” ucap Reyna.



Mereka bertiga pun melanjutkan perbincangan. Sambil menikmati suguhan dari Cyntia yang memang cukup mewah yang jarang Reyna dan Andi dapatkan. Mereka berdua betah berlama-lama di rumah Cyntia, karena selain Cyntia itu orangnya menggemaskan, dia juga enak di ajak ngobrol.

Dan ternyata sekarang Cyntia tertarik untuk membantu kita bertiga. Sehingga kelompok kami menjadi berempat ditambah dengan Cyntia.

to be continued...

Posted by
Ridwan

More

Novel (part 10) - Pengkhianat yang Berkhianat



“Hallo? Cyntia?”

“Iya, siapa ini?” sahut Cyntia di telepon.

“Ini gue Andi, ah masa lo lupa sih. By the way rumah lo masih di deket SMA 31 kan?”

“Oh Andi, kirain gue siapa. Iya, kenapa emangnya?”

“Di daerah lo ada orang yang baru pindahan gak?”



“Oy lagi nelpon siapa lo ndi?” gue menyela Andi.

“Ini Cyntia, temen gue yang rumahnya deket SMA 31. Kali aja dia tahu tentang Bejo hehe.” Andi tertawa kecil sambil memberi isyarat untuk jangan berisik.

“Okee.” sahut gue sambil melanjutkan menonton tv.



“Hallo Cyn masih disitu? Sorry tadi temen gue ganggu.”

“Oh iya gapapa, iya sih emang ada yang pindah baru-baru ini, kemaren gue liat ada mobil box yang nurunin barang pindahan di depan rumah gue.”

“Bagus. Gue kerumah lo sekarang ya.”

“Ehhh mau ngapain??”

“Udah tunggu aja disitu, jangan kemana-mana dulu lo.”

“Haa, iyadeh..” Cyntia menutup teleponnya.



“Haa ketemu juga...” ucap Andi sambil mengusap dahinya.

“Apanya yang ketemu?” jawab gue penasaran.

“Itu barusan gue nanya ke temen gue yang tinggal di deket SMA 31, dan ternyata ada yang baru pindahan ke depan rumahnya. Nah kali aja itu si Bejo. Kita kesana nyok!” ajak Andi.

“Ah gue males lagi tanggung, lo ajak Reyna aja.” gue lanjut tiduran.

“Yah payah, yaudah gue pergi dulu.”

***

Andi pun pergi ke rumah Cyntia bersama Reyna kekasihnya.



“Nah ini deh kalo gak salah rumahnya Cyntia.” tegas Andi.

“Yakin lo ndi? Yaudah coba masuk aja.”

to be continued....

Posted by
Ridwan

More

Cerpen - Selamat Jalan Dita

by Ridwan F

Sore itu aku termenung menatap gemericik air hujan yang berjatuhan di taman. Ku merasa rindu akan sosok dirimu yang telah lama meninggalkanku dalam kesendirian. Sesaat ku lihat bayangmu masih menari di tama sana, seakan kau masih berada di dunia ini menemaniku. 

“Argh, sungguh semua ini mengingatkanku terhadap dirimu kawan.” aku bergumam dalam hati sambil menahan tangis yang seakan tak terbendung oleh hatiku. Aku tetap termenung sepanjang sore, tanpa seorangpun yang menemaniku di beranda ini.

“Kelak kita akan tumbuh dewasa dan menghadapi dunia ini bersama-sama. Walaupun jika hanya aku yang menjadi temanmu, aku tak akan pernah meninggalkanmu. Kita akan tetap memiliki satu sama lain.” tuturnya suatu kali di taman ini. “Semangatmu selalu membara seperti api.” mampu menghangatkan siapapun yang berada di sekitarnya.

“Andai saja kau masih hidup, akan ku utarakan semuanya! Semua cerita tentangmu, tentang kita! Sekalipun tak akan pernah cukup waktu untuk menceritakan semuanya.”

Tak terasa hari berganti malam, aku mulai beranjak pulang menuju rumah. Di sepanjang perjalanan aku masih bisa merasakan sosokmu, yang dulu selalu berada di sampingku saat perjalanan pulang dari taman. Masih jelas teringat raut wajahmu ketika kau tersenyum dihadapanku, dan saat kau menangis di pelukanku.

“Sudah pulang kau ham?” salam ibuku dari dalam rumah. “Cepat mandi dan makan, sudah ibu siapkan makanannya di atas meja.” ucapnya lagi.

Aku hanya mengangguk kepada ibu. Entah kenapa saat ini perasaanku sangat tak karuan, aku bingung bak seorang anak ayam yang terpisah dari induknya. Tapi yah sudahlah aku tak pantas menghubungkan masalah ini kepada keluarga ku.

“Ilham...” suara ibu memanggilku.

Aku terdiam tak menjawab panggilannya.

“Ilham...” ucapnya sekali lagi. 

Namun aku tetap terdiam, dan aku dengar suara langkah ibu mendekati kamarku.

“Ilham sudahlah, jangan kau terlalu pikirkan kematian Dita. Ini sudah takdir ham, ini keputusan Tuhan. Kau tak bisa mengelakinya. Jangan kau buat Dita bersedih di alam sana.” tutur ibuku. “Kau ini kan anak lelaki, kau harus kuat. Kau harus mulai belajar melepaskan nak.”

“Tapi bu.. Dita itu satu-satunya teman yang aku miliki! Ibu tidak akan pernah tau bagaimana rasanya kehilangan seorang teman satu-satunya yang kita miliki! Aku terpukul bu! Terpukul!”

“Bereskanlah tangismu, tapi jangan kau sesali semua ini terlalu jauh. Berdoalah pada Tuhan, tenangkanlah dirimu.” ucap ibuku sambil meninggalkan kamarku.

Akupun mengikuti saran ibuku, malam itu aku berdoa kepada Tuhan. Berharap aku bisa melewati ini semua. Dan berharap Dita bisa tenang di alam sana.

“Ya tuhan, jika ini semua memang kehendak-Mu aku ikhlas, aku yakin kau punya rencana lain dibalik ini semua. Tapi kuatkanlah hatiku untuk menerima semua kenyataan ini.”

***

Esoknya sekali lagi aku pergi ke taman itu, aku duduk disana ditemani gugurnya dedaunan yang tertiup hembusan angin. Matahari sore menampakkan cahayanya diantara gugusan pohon-pohon yang berdiri kokoh mengitariku. Seakan menguatkan keteguhan hatiku yang sedang didera arus kepergianmu.

Aku tatap sekelompok burung di pinggir kolam dan memberinya makan. Dulu memang kau sering memberinya makan,  tapi sekarang? siapa yang akan melakukannya? dan akupun bertekad akan kugantikan posisimu. Sekilas aku teringat pesanmu dahulu saat kita pertama bertemu.

“Ingat ya, sebagai seorang sahabat jika salah satu diantara kita telah tiada maka yang masih bertahan harus bisa menggantikan posisi yang telah pergi.”

Dan baru kali ini aku tersenyum setelah kepergianmu, entah kenapa aku merasa sosokmu begitu dekat denganku kali ini. Mungkin ini yang di maksud ibuku. “Kau harus mengikhlaskan kepergian sahabatmu.” ucap ibuku pagi tadi.

Sekarang aku telah mengikhlaskan kepergianmu Dita, aku akan selalu mendoakanmu di alam sana. Akan aku lanjutkan semua mimpi yang belum terselesaikan ketika kita masih bersama. Walaupun aku sendirian, tapi akan aku coba untuk mewujudkannya sebisa mungkin.

Aku pun menoleh kembali ke taman itu, dan samar aku lihat senyummu diantara gugusan daun yang berguguran. Dan aku pun pulang dengan suasana hati yang baru, dengan semangat yang kau tanamkan kuat didasar hatiku.

“Selamat jalan Dita.”

-the end-

bandung, 25 September 2012

Posted by
Ridwan

More

Novel (part 9) - Pengkhianat yang Berkhianat



“Teng-tong...” gue menekan bel rumahnya Bejo.

“Iya cari siapa mas?” ucap seorang wanita yang keluar dari rumah Bejo.



Sejenak gue terpesona, “Sejak kapan ada cewek cakep di rumahnya si Bejo?” gumam gue dalam hati.



“Bejonya ada mbak?” tanya gue.

“Bejo siapa ya mas? Disini gak ada yang namanya Bejo. Mungkin mas ini salah rumah.” jawabnya.

“Eh loh? Itu si Bejo dulu kan tinggal disini mbak, masa gak ada sih? Coba cek lagi.”

“Yee iya mas disini gak ada yang namanya Bejo, saya aja baru pindah kesini sekitar satu minggu yang lalu. Mungkin yang mas cari penghuni sebelum saya itu.”

“Ohaha sorry mbak, mbak tahu gak penghuni rumah ini sebelumnya pindah kemana?

“Waduh kurang tau ya mas, denger-denger sih ke rumah saudaranya di deket SMA 31. Tapi gatau juga sih mas.”

“Oh yaudah deh mbak, makasih atas infonya. Sory ya kalo saya ganggu.” gue senyum ke cewek itu dan pulang ke kost-an.

***

Sepanjang perjalanan dari bekas rumah Bejo ke kost-an gue terasa panjang banget. Gue terus berpikir “Ada apa dengan Bejo? Gak mungkin dia pindah dari rumah itu secara tiba-tiba, soalnya itukan rumah peninggalan kakek-neneknya. Lagian kenapa dia menghilang begitu saja dari kita bertiga. Arghh...” gak bisa gue pungkiri kecurigaan gue terhadap dia makin menjadi.



Setengah jam berlalu, akhirnya gue samai juga di kost-an tercinta.



“Oy ndi?? Masih tidur lo?” teriak gue dari pintu sambil melepas sepatu.

“Apa?” Andi menghampiri gue.

“Tau nggak? Si Bejo rumahnya pindah tuh.”

“Wah? Yang bener lu? Hm.. Pasti ada sesuatu nih. Pindah kemana dia?”

“Entahlah gak tau gue, tapi kata penghuni rumah yang baru sih dia sekarang tinggalnya di deket SMA 31. Coba deh lo cek kesana.” setelah gue selesai melepas sepatu gue langsung berjalan kedapur untuk mencari makanan.

“Oke deh.” Jawabnya singkat.


to be continued....

Posted by
Ridwan

More

Novel (part 8) - Pengkhianat yang Berkhianat



Kita bertiga pun pulang ke rumah Andi, namun ternyata Ibu dan Ayahnya entah sudah pindah kemana, karena di rumah itu sudah di tinggali oleh keluarga lain. Dan sepertinya Andi terpukul mengetahui hal ini. Lalu kami putuskan untuk mencari tempat kost untuk kita bertiga.



“Disini aja gimana?” tanya gue ke Reyna dan Andi.

“Hmm.. boleh aja kalo tempatnya nyaman plus murah.” sahut Reyna.

“Gue sih gimana kalian aja.” sahut Andi.

“Yaudah disini aja, tempatnya lumayan gede, murah, dan katanya yang punya kost nya juga baik.” jawab gue.



Kita pun membereskan tempat kost tersebut, dan dengan barang seadanya yang kita punya kita mencoba membuat tempat ini senyaman mungkin.

***

Hari 1



Di ruangan kepala sekolah.

“Eh jo, lo udah suruh mereka menjauh kan?”

“Iya Pak, saya udah peringatkan mereka agar menjauh dari kasus ini, atau mereka akan di jebloskan ke dalam penjara lagi.” sahut Bejo dengan menundukkan kepalanya.

“Bagus kalau begitu, sekarang tidak ada yang akan mengganggu kita lagi. Sekarang kamu boleh keluar.”

“Oke Pak..” jawab Bejo sambil meninggalkan ruangan tersebut

***

“Oy udah siang bangun lo.” gue mengoyang-goyangkan tubuh Andi yang masih terkapar di tempat tidurnya.

“Bentar lah rif masih ngantuk gue.” dia menjawab dengan lemasnya dan kembali melanjutkan tidurnya

“Sialan lo, yaudah gue mau selidiki kasus ini lagi. Masih penasaran gue. Kalo lo nyari gue, lao tau gue ada dimana ok? Bye gue berangkat dulu”

“Siipp..” sahut Andi sambil mengigau dan mengacungkan jempol tangannya.



“Gue harus tau siapa yang ngejeblosin kita bertiga kepenjara. Apa Bejo dalang dibalik semmua ini? Nggak! Gue gak boleh buruk sangka sama dia, gue harus bener-bener punya bukti. Gue harus beresin ini semua. Gue harus memberi tahu mereka kebenaran tentang Mila yang sesungguhnya.” gue berbicara sendiri di dalam hati sambil berjalan menuju ke rumah Bejo, untuk bertanya beberapa hal ke dia.

to be continued....

Posted by
Ridwan

More

Novel (part 7) - Pengkhianat yang Berkhianat

“Woy ada kalian bertiga, ada yang jenguk kalian.” Panggil salah seorang polisi sambil membuka sel kami.

Kita bertiga berpikiran sama, “Siapa yang menjenguk kita? Apakah Bejo? Atau siapa?”

Setelah sampai di ruang jenguk, kita kaget dan serempak berkata “Bejo?” Bejo hanya terdiam tampak menyesal. Gue gak tau apa yang dia pikirkan. Atau apa yang dia lakukan disini.

“Waktu kalian lima belas menit” seru polisi yang mengawal kami.

“Jo, Anj*ng lo! Pasti lo kan yang bocorin semua?!” bentak gue karena terlanjur emosi sambil menunjuk muka Bejo dengan jari gue.

“Iya jo, apa lo yang bocorin semuanya?” ucap Reyna.

“Sori rif, rey, ndi.. gue waktu itu ditodong, dan diancam dibunuh kalau gue ga kasih tau semuanya. Jadi gue bocorin semuanya. Gue gak tau harus gimana, gue bingung. Karena itu menyangkut hidup dan mati gue. Gue minta maaf gue gagal.” ucap Bejo dengan penuh penyesalan.

“Terus Cuma dengan minta maaf gitu aja lo pikir lo bisa keluarin kita bertiga? Anj*ng lo!!” Andi mulai naik darah.

“Sori, kalau dulu gue gak kasih infonya gue pasti udah mati. Gue gak mau mati ndi!! Lo ga ngerti perasaan gue saat ditodong pistol!!” Bejo mengelak.

“Yasudah, yang penting sekarang lo pikirin gimana caranya ngeluarin kita bertiga. Karena lo yang masukin kita, jadi lo juga yang harus ngeluarin kita.” usul Reyna.

“Oke, nanti gue bebasin kalian. Tunggu aja.” Bejo berdiri dan beranjak melangkah pergi.

“Woy mau kemana lo?? Tanggung jawab woyy!! Woy!!” gue mencoba mengejar dia tapi ditahan oleh polisi.



Kamipun dikembalikan kedalam sel kami masing-masing yang letaknya bersebelahan.

***

Seminggu berlalu, janji Bejo untuk membebaskan kami tak kunjung jadi kenyataan.

“Eh rey, menurut lo si Bejo serius ga ya masu bebasin kita?” gue manggil Reyna yang selnya berada di sebelah gue.

“Ya kayaknya sih gak bakalan, tapi semoga aja serius. Gue udah bosen disini, terkekang mulu.” sahut Reyna.

“Yah semoga aja serius ya.” Gue berharap.

***

1 bulan kemudian..

Akhirnya Bejo datang kembali ke sel kami, dan membebaskan kami, dan kami pun bisa menghirup udara segar lagi.

“Cieh kirain lo lupa ama kita jo, ternyata serius juga lo.” ucap Andy.

“Iyalah mana mungkin gue tega ama temen sendiri, tapi inget ya kalian jangan ungkit kasus itu lagi. Atau kalian bakalan di jeblosin lagi ke penjara.”

“Walah ko gitu sih jo? Emang nya lo udah nyerah sekarang?” gue menaruh sedikit curiga terhadap Bejo.

“Gataulah, gue bingung tentang semua ini. Angkat tangan deh gue.”

“Yowess, turunin kita bertiga di depan aja jo. Biar kita lanjut pake angkot aja.” ucap gue sambil menunjuk halte yang berada gak jauh dari mobil Bejo.


Bejo pun berhenti dan menurunkan kami di halte bis yang gue maksud tadi. Dan Bejo mewanti-wanti kita lagi supaya gak mengungkit kasus itu lagi.


“Okey hati-hati ya broo...” ucap Reyna sambil melambaikan tangan ke arah mobil Bejo yang mulai beranjak pergi.

to be continued..

Posted by
Ridwan

More

Perbedaan Cowok Jomblo dan Cewek Jomblo


Oke kita pasti sering lihat di sekitar kita para jombloers baik itu cewek maupun cowok. Dan kalau kita telaah lebih jauh ke alam bawah sadar mereka, tahukan kalian ada perbedaan yang signifikan antara jombloers cowok dan jombloers cewek. Percaya gak? oke kita bahas lebih lanjut...

1# Dari segi nama panggilan.
Kalau para jombloers cowok itu biasanya di panggil sesama temen cowoknya pasti antara maho atau homo. Sedangkan para jombloers cewek pasti di panggil oleh sesama teman ceweknya dengan panggilan sayang, beb, atau apalah yang mengungkapkan kasih sayang.

2# Dari segi derajat.
Kalau cowok jomblo itu derajatnya seakan turun drastis atau di sebut 'gak laku', sedangkan para cewek yang jomblo mereka beralibi "wanita gak boleh jual murah".

3# Dari segi penampilan.
Para jombloers cowok lebih cendurung kurang rapih, berbeda saat punya pacar da gak punya pacar. sedangkan para cewek akan selalu rapih dan wangi setiap saat walaupun gak punya pacar.

4#Dari segi akun Social media.
Para jombloers cowok bakalan banyak nge-add atau nge-follow akun orang lain (cewek), sedangkan cewek yang jomblo lebih banyak meng-confirm dan jarang banget nge-follow akun cowok (kecuali di mention untuk follback).

5#Dari segi HP
Para jombloers cowok bisa mengirim sampai ke 100 nomer hp (cewek) dan yang di bales hanya beberapa saja (miris). sedangkan cewek kebalikannya, yang sms banyak tapi yang di bales cuma beberapa (senyum penuh kemenangan).

6#Dari segi pertemanan.
Cowok deket ama cowok (oke ini bukan gue banget) pasti di bilang maho. Tapi cewek dengan cewek, yaa biasa aja..

Dan yang terakhir nih yaa...

"Sejelek-jeleknya seorang cowok pasti bakalan berusaha dapetin cewek yang paling cantik" (kemungkinan dapetnya 30%)
tapi jika kita ubah jadi
"Sejelek-jeleknya seorang cewek pasti bakalan berusaha dapetin cowok yang paling ganteng" (kemungkinan dapetnya 5%)

sekian deh yaa gan haha

Posted by
Ridwan

More

Musikalisasi Puisi - Vidiara



Ini adalah video Musikalisasi Puisi pertama saya.
Judul Puisi : Vidiara - Helvy Tiana Rosa
Oleh Happrila Yuliana Jayanti diiringi oleh Ridwan Firmansyah (Saya) dengan instrument Yiruma-Kiss The Rain dan di rekam oleh Ali Ibadurrahman

Posted by
Ridwan

More

Sketsa Manga - Death Note

L Lawliet & Nate River


Misa Amane (Kira 2)


Light Yagami (Kira)


L Lawliet



Semua gambar di atas merupakan karakter dari anime Death Note, anime ini merupakan favorit saya.
Iseng-iseng gambar, walaupun hasilnya masih jauh dari sempurna tapi tak apalah seengganya sudah mencoba haha..

Posted by
Ridwan

More

Novel (part 6) - Pengkhianat yang Berkhianat



“Brakk!!” suara pintu di dobrak. Tiba-tiba pintu gudang terbuka, dan kami telah di kepung oleh polisi. Entah sejak kapan mereka mengikuti kami bertiga.



“Anj*ng!!! Semuanya berantakan!!” gue panik sejadi-jadinya, gue mencoba lari tapi usaha gue nihil.

“Diam ditempat! Simpan tangan kalian dibelakang!” teriak salah seorang polisi.



Dan tiba-tiba Pak Sandi terbangun lagi, dan dia tersenyum dengan puas ke arah kami.



“Shit jadi tadi dia Cuma akting?” gue tertegun.

“Yap, Bapak sudah tahu rencana kalian. Apa kalian pikir Bapak bodoh? Sekarang kalian tamat!” ucap Pak Sandi.

“Bangsat!! Kesini lo!! Lawan gue!!!” Andi mencoba berontak, tapi dia dipukul polisi agar diam.

“Hah segampang ini ternyata menangkap kalian. Hahaha!” Pak Sandi tertawa sangat puas.

“Sial siapa yang bocorin rencana ini? Pasti ada salahsatu dari kita yang berkhianat.” Gue melihat muka Reyna dan Andi dengan tatapan sinis.



Dan akhirnya kami bertiga pun digiring ke kantor polisi dan ditahan atas tuduhan pembunuhan dan penculikan.

***

Di penjara kita bertiga bingung atas apa yang terjadi.



“Apa yang salah? Siapa yang bocorin rencana kita? Apakah Bejo? Atau Reyna? Atau Andi? Tapi kenapa mereka bocorin ini semua?” hati gue sedang mengalami konflik yang sangat keras.

“Rif, sudah kita sabar aja. Kita yakin kita bisa keluar dari sini.” ucap Reyna.

“Tapi kenapa semua ini bisa bocor? Jangan-jangan...” Andi kaget.

“BEJO!!” kita bertiga kompak meneriakan namanya.

“Gila!! Harusnya kita udah tau kalo dia bakalan berkhianat!” ucap Andi.

“Begitu gue keluar dari sini bakalan gue hajar tuh anak!” ucap gue dalam hati.

“Oke yang penting sekarang kita cari cara gimana caranya keluarin kita dari sini dan berusaha gimanapun caranya kita harus keluar dari sini.” Ucap Reyna.



Kita bertiga pun memikirkan cara untuk keluar, tapi semuanya gagal. Tiga bulan telah berlalu. Hingga ada seseorang datang menjenguk kita bertiga.

to be continued....

Posted by
Ridwan

More

Puisi - Perhelatan Batin

hujan terlihat menaungi setiap bingkai harimu..
melukiskan kisah yang tak pernah berawal..
menggambarkan takdir yang tak pernah terjadi..
menetesi cangkir kehidupan yang tak kunjung terisi..

engkau mulai ragu akan arti semua sandiwara ini..
dua jiwa berselisih dalam satu hati..
yang selalu menjadi topik utama perhelatan di dalam batinmu..
bernuansa rindang menyusun harmoni yang tak terungkap..

arus deras mulai menggoyahkan langkahmu..
Kau pun mulai terlena akan buainya..
tebawa hingga ujung hari yang tak kau sangka..
meninggalkan semua yang belum pernah hadir di hidupmu..

by Ridwan Firmansyah 21-09-2012

Posted by
Ridwan

More

Novel (part 5) - Pengkhianat yang Berkhianat


Teng.. bel pulang sekolah berbunyi, kita pun mulai menjalankan rencana kita.


“Mana si Pak Sandi? Ko belum keluar juga dia.” Bejo mulai tak sabar.

“Bentarr lah, eh itu dia!! Cepetan lo deketin dia”

“Oke oke.”



Bejo pun menghampiri Pak Sandi, dan mengobrol dengannya.



“Selamat sore Pak.” Salam Bejo

“Sore. Ada apa jo?”

“Jadi gini Pak. Saya belum bisa bayar spp bulan ini, karena ada masalah di keluarga saya. Jadi saya harap Bapak memaklumi saya.” Bejo mengobrol sambil berjalan menuju tempat parkir.

“Ohh ya santai saja kalau memang kamu tidak bisa ya jangan memaksakan diri. Bapak ngerti ko.”



Saat mereka mengobrol sambil berjalan menuju tempat parkir, Reyna dan Andi sudah siap menunggu mereka di dalam sebuah mobil di parkiran.



“Itu dia mereka hampir lewat rey. Lo siap-siap nyalain mobilnya.”

“Oke santai. Lo juga jangan sampe gagal.”



Dan saat Bejo dan Pak Sandi melalui mobil Reyna. Dengan cepat Arif membekuk tangan Pak Sandi dan membungkam tangannya. Sedangkan Andi segera membungkus kepala Pak Sandi dengan kain hitam.



“Buruan masukin, ntar ada yang liat!” gue sadar gue takut ada yang liat.

“Pak Sandi... Pak Sandi.. Woy balikin Pak Sandi..!! Maling!!” Bejo sedikit berteriak.

“Pinter juga si Bejo aktingnya.” Gue tersenyum dalam hati.



Dan kami pun berhasil menculik Pak Sandi.



“Hah dapet juga ni Bapak sialan.” Andi berkata dengan puas.

“haha jangan seneng dulu, baru aja mulai.” Kata Reyna.

“Buruan dong rey lama amat.” Gue pengen segera sampai di tempat penyanderaan



Sekitar sepuluh menit kami pun sampai di sebuah gubuk di tempat yang terpencil.

***

Kami pun memposisikan agar Pak Sandi duduk di kursi yang telah kami sediakan.



“Pak, kami tidak akan menyakiti Bapak bila berkata jujur.” Gue membuka percakapan.

“Iya betul, kami harap Bapak jujur.” susul Andi.

“Baiklah apa yang kalian mau?”

“Kami mau bertanya, sejauh mana Bapak tau tentang Mila?” Reyna bertanya dengan lembut.

“Bapak tidak tahu apa-apa. Bapak hanya suruh berpura-pura tahu tentang Mila, padahal sebenarnya Bapak tidak tahu apa-apa. Memangnya siapa kalian? Apa kalian A-B-R-A?

“Iya sebut saja kami seperti itu. Kami tidak mau Bapak ikut campur. Biar kami yang selesaikan tentang Mila. Lebih baik Bapak katakan apa yang Bapak tau.” gue kembali menegaskan.

“Mana mungkin Bapak percaya kepada kalian yang sudah menculik Bapak! Dasar pembunuh!!”

“Kami bukan pembunuh bangsat!! Jangan sembarangan nuduh.” Andi memanas dan membentak Pak Sandi.

“Kalau kalian bukan pembunuh, kenapa semua bukti mengarah ke kalian, dan yang terakhir adalah A-B-R-A yang tidak lain adalah inisial kalian ber-empat!! Kalian yang bangsat!!!”

“Pak sebenarnya kami bukan...” belum selesai Reyna berkata tiba-tiba Pak Sandi terjatuh dari kursi dan pingsan seketika.

“Pak? Bapak?” gue mencoba bangunin Pak Sandi.

“Gak mungkin, dia pingsan!” Reyna menyesal.

“Sial kenapa bisa gini? Apa dia penyakitan? Setau kita dia sehat-sehat aja deh.” tegas gue yakin.

“Terus gimana ini?” Andi panik.

“Bangunin paksa aja!!” sahut gue.

to be continued...

Posted by
Ridwan

More

Angkot Sakral


Disuatu hari yang sangat terik gue sedang naik angkot (angkutan kota) yang penuh penumpang. Gue duduk di paling pojok diantara kerumunan orang yang mempunyai visi dan misi yang sama yaitu sampai ke tempat tujuan.

Sepanjang perjaanan yang terngiang hanyalah kicauan para ibu-ibu dan juga anak-anak sma yang silih berganti. bak sedang berada di acara debat antar calon gubernur yang di saksikan ribuan penonton yang siap menyuraki jika kita potong perdebatan mereka. Maka dari itu niat gue untuk menyuruh mereka dia gue urungkan.

Singkat cerita gue hampir sampai di tempat tujuan, namun angkot masih penuh. Gue bingung dicampur galau, kalo gue maksa turun (dan emang harus turun) gue males harus melewati kerumunan para orang-orang asing yang berada di hadapan gue. Maklum lah tempat angkot kan sempit, kalo mau keluar dari pojokan itu rasanya kayak artis yang baru naik daun, pas lewat pasti diliatin para orang-orang asing di sekitarnya.

Setelah mengumpulkan tekad dan meluruskan niat, gue pun mengucapkan sebuah kalimat sakral pertandanya dimulainya tantangan yang harus gue hadapi yaitu "Kiri bang".

Perlahan gue beranjak dari tempat duduk dan menerobos menuju pintu keluar angkot yang rasanya berjarak 1KM lebih. Saat gue lewat, sesaat gue mencoba memperhatikan mereka dan... Buset!! ada yang liat gue dengan tatapan sini, acuh, dan juga ada yang menatap gue dengan senyum. Whoa hati gue bersorak karena ada yang melayangkan senyum ke arah gue.

Gue pun salting karena senyuman seorang insan yang tulus dan anggun yang ditujukan untuk gue. Dan.. "Brak" gue pun tersandung kaki ibu-ibu. Image gue langsung down. Jati diri gua kayak kabur dari kandangnya. Dan langsung deh gue buru-buru turun bayar angkotnya langsung ngacir menjauh dari angkot sakral tersebut.

Okeh pelajaran dari tragedi ini adalah "Jangan naik angkot yang penuh".
~

Posted by
Ridwan

More
Powered by Blogger.

Copyright © / Diksi Gue (Ridwan)

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger